Jumat, 24 Januari 2020

Tokoh Wayang Paling Jagoan


Petruk


Petruk merupakan ksatria edan yang suka bergurau namun gemar sekali berkelahi. Dikarenakan ilmu silatnya tinggi, dia suka berkelana untuk menguji kekuatan dan kesaktiannya. Kapak adalah senjatanya namun dia lebih suka dengan tangan kosong. Selama bertarung, dia lebih suka bersenda gurau dengan lawan-lawannya.

Gareng

Bambang Sukodadi atau biasa disebut gareng merupakan ksatria sakti yang sombong dan sering menantang duel setiap ksatria yang ditemuinya. Dikarenakan ilmu silatnya tinggi dan sulit menemui lawan yang sepadan, dia memutuskan untuk bertapa di Blukutiba guna menambah kekuatannya.
Gareng dan Petruk pernah saling duel karena Gareng tidak suka dengan ulah Petruk yang mengganggu pertapaannya dengan ucapan-uapan yang konyol. Pertarungan Gareng dan Petruk mengakibatkan kerusakan alam yang dahsyat. Mereka saling menghantam, bergumul, tarik-menarik, tendang-menendang, injak-menginjak, hingga tubuhnya menjadi cacat dan berubah sama sekali dari wujud aslinya yang tampan. Pada akhirnya pertarungan berimbang dan tidak ada yang kalah. Sampai suatu saat datanglah Semar yang menyadarkan mereka untuk berdamai satu sama lain.



Antareja

Antareja merupakan tokoh pewayangan nusantara paling sakti, setara dengan Rahwana. Walaupun dia sangat sakti, namun antareja merupakan sosok yang berbudipekerti luhur dan baik hati. Berikut merupakan kekuatan dari Antareja:

Mempunyai tubuh napakawaca, tubuh ini kebal terhadap semua jenis senjata (palu Thor, pedang Zoro semuanya bakal patah).

Bisa berubah menjadi Nagarupa atau Triwikarma. Perubahan ini merupakan perubahan paling kuat bahkan pukulan Gatotkaca yang bisa meratakan 10 gunung tidak mempan.

Cincin Mangkubumi yang mampu membuatnya sehat kembali jika menyentuh tanah.

Jurus dari Antareja meliputi:

Lidahnya sangat sakti, semua ksatria yang telapak kakinya kena jilat bakal mati termasuk Iron Man, Hulk, Superman.

Mempunyai racun visadacara yang bisa melelehkan semua jenis logam.

Kendalibumi, merupakan jurusnya yang mampu mengendalikan isi bumi (tanah,air,bumi, udara). Avatar tetep aja kalah jika adu ilmu.

Gatotkaca

Gatotkaca merupakan jagoan pewayangan yang paling terkenal, bahkan anak kecil pun tahu. Hal yang paling identik dari Gatotkaca adalah otot kawat tulang besi. Tubuh Gatotkaca seperti Antareja namun tidak sekuat Antareja. Gatotkaca yang saat kecil bernama Tetuka dicemplungkan oleh para sesepuh ke Kawah Candradimukha dan dilebur dengan pusaka dewata. Hasilnya yaitu Gatotkaca yang sakti mandraguna dengan otot kawat tulang besinya.
Kekuatan Gatotkaca terdiri dari:

Narantaka merupakan kekuatan Gatotkaca yang kebal terhadap semua ilmu magis atau sihir.

Basunanda merupakan kekuatan yang mampu kebal terhadap semua jenis panas dan dingin. Jadi kalau Gatotkaca terdampar di gurun atau kutub itu tidak masalah.

Brajadenta menjadikan tulang tinju lebih panjang sehingga bisa merobek apapun. Kekuatannya setara dengan Kuku Bima.

Brajamusti merupakan pukulan maut yang mampu meluluhlantakan 10 gunung dengan sekali pukul.

Padakacarma merupakan tendangan maut yang bisa mematikan siapapun lawannya, termasuk Hulk sekalipun.

Kendalivayu merupakan kekuatan yang menjadikan angin sebagai senjata.


Wisanggeni

Bambang Wisanggeni dikenal sebagai putra Arjuna yang lahir dari seorang wanita cantik bernama Dresanala, putri Brama. Namun sayang Brama menolak anak dari Arjuna, akhirnya dia di buang ke kawah Candradimukha. Ketika Wisanggeni terkena lahar namun yang terjadi lahar itu masuk kedalam Wisanggeni seperti bersatu. Ketika itu Narada melihatnya dan melatih Wisanggeni ( Racun Api ) sampai remaja. Kekuatan Wisanggeni begitu mengerikan bahkan dia mengalahkan Batara Kala dari dewata Setelah itu dia kembali menemui ayahnya,Arjuna namun ditolak karena Arjuna tidak tahu jika dia Anaknya. Akhirnya Wisanggeni mengamuk dan mengalahkan semua Pandawa, setelah itu Arjuna baru sadar bahwa dia adalah anaknya dari Dresanala. Akhirnya Arjuna mengakui dan mengurus Wisanggeni. Wisanggeni orangnya sangat serampangan, tempramen, suka bikin rusuh dan onar dimana-mana, secara fisik tampan namun angkuh tapi sebenrnya dia baik dan suka menolong.

Antasena

Antasena merupakan tokoh sakti yang mampu terbang, menerobos bumi dan menyelam. Antasena merupakan sosok yang lugu dan polos, namun teguh dalam pendirian. Kekuatan Antasena yaitu:

Kendaliapas yaitu kekuatan Antasena yang mampu mengendalikan air.

Halintangjagat yaitu kekuatan yang menjadikan Antasena mampu terbang, menembus bumi dan menyelam dalam lautan dengan cepat.

Kulitpakung merupakan jurus pertahanan tubuh yang tahan terhadap segala senjata yang membuatnya mengeluarkan sisik kulit udang yang mempunyai tubuh keras.
Sementara jurus Antasena sendiri adalah Cupu Madunsena yang mampu mengobati berbagai macam luka dan penyakit. Anatsena dan Wisanggeni akrab dan sama-sama sakti mereka tidak mengikuti perang Barathayudha, mereka mati pada saat meletusnya perang Baratayudha,


Bima


Bima memiliki sifat gagah berani, teguh, kuat, tabah, patuh dan jujur, serta menganggap semua orang sama derajatnya. Bima mahir bermain gada, serta memiliki berbagai macam senjata, antara lain: Gada Rujakpala, Alugara, Bargawa (kapak besar), dan Bargawasta. Bima merupakan sosok jenderal sejati yang berwibawa dan selalu di garis depan medan peperangan.
Kekuatan Bima terdiri dari:

Bandungbandawasa, yaitu kekuatan yang mampu meningkatkan kekuatan fisik sampai 100x lipat.

Blabak Pangantol, yaitu kekuatan yang mampu membuat perkasa dalam perkelahian dan perang.

Sementara jurus Bima terdiri dari:

Ketuklindu, yaitu jurus yang mampu membuat guncangan tanah dengan hentakan kaki.

Bayubajra, yaitu jurus yang bisa menyerang musuh dengan menggunakan kekuatan angin ribut.

Kuku Bima ( Pancakenaka) yaitu jurus yang mampu membuat senjata di kuku ibu jari Bima yang sangat hebat dan bisa menebas apapun

Mengenal Ritual Mandi Penghilang Sedih Ketika Ada Keluarga Meninggal

Mengenal Ritual Mandi Penghilang Sedih Ketika Ada Keluarga Meninggal


Liputan6.com, Gorontalo - Mandi bersama atau dalam istilah daerah Gorontalo Mutimualo, tradisi Gorontalo yang sudah dipercaya sejak lama. Konon ritual ini dilakukan jika salah satu anggota keluarga masyarakat Gorontalo ada yang meninggal dunia dan menimbulkan kesedihan mendalam, dalam situasi seperti itu, keluarga Gorontalo biasanya segera menyelenggarakan tradisi Mutimualo.


Prosesi ritual tersebut itu dilakukan tepat tujuh hari sejak meninggalnya anggota keluarga yang bersangkutan. Seluruh anggota keluarga yang ditinggalkan mandi bersama di sungai. 


Tidak sembarang mandi, acara itu harus dilakukan pemangku adat dan satu demi satu anggota keluarga mendapat percikan air dari sang pemuka adat. 


Seluruh anggota keluarga berjalan bersama meninggalkan rumah menuju sungai yang menjadi lokasi prosesi ritual. Saat keluar rumah, mereka harus lewat pintu depan dan saat kembali dari prosesi harus masuk lewat pintu belakang.


Ada kepercayaan tersendiri terkait dengan prosesi mandi ini, sebagaian besar orang mempercayai bahawa prosesi mandi ini bisa menghilangkan kesedihan keluarga yang di tinggalkan mandi,  selain itu akan membuat keluarga berduka menjadi sehat, badan terasa segar hingga akhirnya pikiran menjadi segar dan kesedihan pun terhapuskan. 


"Kami percaya, bahwa kesedihan akibat kehilangan anggota keluarga bisa larut dalam air yang disiramkan saat kami mendi," ungkap Rostin Tanif salah satu Pemangku adat.


Ia menambahakan, ritual ini masih sebagian besar dilaksanakan oleh masyarakat Gorontalo, ritual ini sebagai bentuk keikhlasan pihak keluarga yang ditinggalakan oleh anggota keluarga.


"Karena ketika ritual ini tidak dilakukan, maka selama itu pula pihak keluarga akan dihantui rasa sedih yang tidak akan pernah ada habisanya, keluarga yang meninggal itu akan selalu terbayang setiap saat," tambahnya.


Tidak hanya itu, sebelumnya melaksanakan ritual tersebut, pihak keluarga harus menyediakan tiga butir kelapa yang belum dikupas. Ketiga butir kelapa itu diikat untuk kemudian dijadikan tempat duduk bagi suami atau istri yang ditinggalkan sang mendiang. Anggota keluarga lainnya menyediakan daun puring, sisiru (tapis beras), parang, serta sebutir kelapa yang telah dikupas. 


Selain itu ditengah prosesi mandi bersama itu, baju anggota keluarga yang sudah meninggal dihanyutkan. Baju-baju tersebut disertakan pada benda-benda lain yang sudah disiapkan untuk dihanyutkan.(Arfandi Ibrahim)


Macam - Macam Ritual Pesugihan Yang Ada Di Tanah Jawa

Walaupun jaman sudah modern tidak sedikit orang yang masih mempercayai dan melakukan ritual pesugihan.Banyak dari mereka yang ingin menjadi kayak tanpa harus kerja keras atau mereka yang putus asa terlilit banyak untang hingga akhirnya melakukan jalan pintas dengan pesugihan.


Dan berikut adalah beberapa jenis tumbal yang sering di jadikan nilai tukar pesugihan selain tumbal nyawa orang terdekat

Pesugihan Nyi Blorong

Quote:


»Pesugihan Nyai Puspo Cempoko

Quote:


Pesugihan Lereng Merapi

Quote:


Pesugihan Munding Seuri

Quote:


Pesugihan Bulu Gendruwo

Quote:


Pesugihan Sate Gagak

Quote:


Pesugihan Gunung Kemukus

Quote:


Pesugihan Tukar Janin

Quote:


Semoga kita semua tidak pernah terjebak,tersesat dan terjerumus dalam godaan syetan yang selalu mengiming-imingi kebahagian dunia yang semua nya hanya bersifat semu.


Fenomena Pemahaman salah kaprah antara orang-orang klasik dengan modern

Orang Jawa pasti nggak asing ya mendengar kata-kata itu. “Nek iso Bareng, nyapo kudu dipisah” Dalam bahasa Indonesia, artinya “Kalau bisa bersama, mengapa harus dipisah?”. Bersama disini bisa juga diartikan sebagai bersandingan. Mungkin sebagian agan disini ada yang memaknai ungkapan tersebut adalah ungkapan bagi orang yang sedang galau saat jatuh cinta. Tapi bagi sebagian laen, pasti juga ada yang berfikir apa maksut dari ungkapan ane diatas.

Ane nggak lagi bahas soal cinta kok, tapi ane kepingin membahas tentang kejawen. Banyak sekali buku-buku yang membahas tentang kejawen, agama jawa, besertatetek mbengeknya, yang membahas meliputi ajaran, amalan, dan asal-usulnya.

Jika orang klasik dengan orang modern disandingkan, tentu berbeda kan ya gan sis... Dari cara berfikir, hubungan interaksi, bahkan adat dan budaya juga sudah bebeda. Inilah yang sebenarnya melatarbelakangi ane untuk menggali lebih dalam fenomena-fenomena yang terjadi disekitar ane. Sebenarnya siapa sih yang salah? leluhur kita kah? atau jangan-jangan orang-orang modern sekarang ini nih?


Kalo kita bicara soal agama dan budaya, ngga akan ada habisnya dari a sampai z. Agama dan budaya memang suatu hal yang berbeda. Jelas, Agama berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhannya. Sedangkan budaya berkaitan dengan aturan-aturan atau norma-norma yang dilakukan leluhur kita guna menghormati ciptaan Sang Maha Agung di sekitarnya. Sedangkan kejawen sendiri hakikatnya adalah suatu tata cara atau aturan di dalam berkehidupan, baik kepada sesama manusia, alam, para leluhur, dan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Yang menjadi topik adalah pada zaman milenial ini, orang-orang telah menganggap bahwa ajaran kejawen itu salah. Bid’ah jika melakukan ritualnya. Yang ane bingungin kenapa orang-orang zaman modern ini sangat gampang mengucap bid’ah? Mengapa sih tak ada ruang untuk kejawen? Sebenernya disini siapa yang patut disalahkan? Kejawen-nya atau pelaku ritualnya?

Kita harus sering membaca, bertukar pikiran dengan orang lain agar tau sejarah. Kejawen seakan-akan tidak diberi ruang dan celah untuk menjelaskan “apa makna ritual yang terkandung” pada zamannya. Istilahnya begitu lah ya gan..

Dalam pembicaraan singkat ane dengan Mas Mada, salah satu tim Kisah Tanah Jawa, Beliau mengatakan bahwa memang ada gerakan-gerakan yang sengaja mengaburkan budaya Jawa dan dibenturkan dengan isu agama, salah satunya Tarekat Kaballah (Agan googling dan cari tau sendiri aja ya hehe). Padahal jika dikulik lebih dalam, agama dan budaya sudah tentu hal yang berbeda. Tapi keduanya berjalan beriringan. Maka jika wong Jowo bilang “Nek iso bareng, nyapo kudu di pisah?”, ibarat kita hidup di dunia ini tetap membutuhkan agama sebagai pedoman kita sedangkan budaya juga sangat kita butuhkan untuk menghormati berbagai ciptaan Sang Maha Agung.

Salah satu contoh yang ane ambil sesaji. Ajaran kejawen sangat identik dengan sesaji beserta ritual-ritualnya. Dikutip dari literatur Agama Jawa yang ditulis Prof. Dr. Suwardi Endraswara, Agama Jawa selalu menggariskan fungsi sesaji sebagai; (1) langkah negoisasi spiritual dengan kekuatan adikodrati agar tidak menganggu, (2) pemberian berkah kepada warga sekitar, agar ikut merasakan hikmah sesaji, (3) perwujudan keikhlasan diri, berkorban kepada Kang Gawe Urip (dalam hal ini Gusti Allah). Yang terakhir, sesaji merupakan bentuk ucapan terima kasih.

Nah letak perbedaanya adalah, orang zaman modern menganggap bahwa ritual-ritual dengan menggunakan sesajen tersebut dipersembahkan untuk prewangan atau dalam hal ini makhluk halus.

Mungkin bisa jadi dari hal tersebut, masyarakat milenial yang awam akan selalu men-judge bahwa cara-cara kejawen yang diajarkan orang Jawa atau leluhur pada zaman dahulu adalah salah. Bahkan tak segan-segan menganggap bid’ah. Padahal jika kita mempelajari sejarahnya, sesaji hanyalah upacara simbolik untuk menghormati yang ghaib, dalam hal ini alam semesta atau lingkungan. Para leluhur percaya bahwa kita ini di dunia hidup secara berdampingan, antara yang tampak maupun tak tampak. Maka harus saling menghormati. Jadi hal ghaib yang leluhur maksudkan bukanprewangan, melainkan alam semesta. Dan mereka sama sekali tidak menyembah selain Kang Gawe Urip. 




Trisula Weda - Definisi dan Visi Misi

TRISULA WEDA


Trisula Weda - Definisi dan Visi Misi


.> Secara Wadah 
Trisula Weda adalah sebuah wadah yang mengajarkan ilmu kenal diri/kaji diri dengan metode Mawas Diri, yang bertujuan untuk mencetak manusia-manusia seutuhnya yang bermanfaat bagi diri pribadi, keluarga dan dimanapun berada, demi mewujudkan sebuah tatanan kehidupan Indonesia Raya Jaya dan di segenap muka bumi alam semesta jagad Raya, yang gemah ripah loh jinawi, toto titi tentrem kertoraharjo, ora kurang sandang pangan lan papan, baldatun toyyibatun wa robbun ghofur.

.> Secara Ajaran 
Trisula Weda adalah sebuah pedoman hidup bagi manusia, umat, rakyat, bangsa dan negara Indonesia pada khususnya, dan semua bangsa, alam dunia jagat raya pada umumnya agar mencapai sebuah tatanan kehidupan yang selaras, gemah ripah loh jinawi, toto titi tentrem kertoraharjo, ora kurang sandang pangan lan papan, baldatun toyyibatun wa robbun ghofur.

.> Secara Nama 
Trisula Weda adalah Tiga Pilar yang Suci. 

Pilar Pertama - Ing Ngarso sung Tulodho
Bermakna apabila seseorang berada di depan atau sebagai pemimpin, maka harus memberikan/menjadi contoh atau suri tauladan yang baik dan benar yang sesuai dengan kaidah, aturan dan hukum agama. Contoh: pejabat kepada rakyatnya, orang tua kepada anaknya, yang tua kepada yang muda, yang kuat kepada yang lemah, yang kaya kepada yang miskin, pemuka agama kepada umatnya, dll.

Pilar Kedua - Ing Madyo Mangun Karso
Bermakna apabila seseorang berada di tengah maka harus menjadi perekat, perekat terhadap semua perbedaan dan permasalahan, sehingga akan menjadi sebab/menciptakan sebuah suasana yang kerukunan dan kebersamaan. Contoh pejabat kepada rakyatnya, orang tua kepada anaknya, yang tua kepada yang muda, yang kuat kepada yang lemah, yang kaya kepada yang miskin, pemuka agama kepada umatnya, dll.

Pilar Ketiga - Tut Wuri Handayani
Bermakna apabila seseorang berada di belakang harus bisa memberikan dorongan/semangat baik secara spiritual dan material. Contoh: pejabat kepada rakyatnya, orang tua kepada anaknya, yang tua kepada yang muda, yang kuat kepada yang lemah, yang kaya kepada yang miskin, pemuka agama kepada umatnya, dll.

Trisula Weda - Definisi dan Visi Misi

VISI DAN MISI TRISULA WEDA


Visi
Mewujudkan sebuah tatanan kehidupan Indonesia Raya Jaya dan di segenap muka bumi alam semesta jagat raya yang gemah ripah loh jinawi, toto titi tentrem kertoraharjo, ora kurang sandang pangan lan papan, baldatun toyyibatun wa robbun ghofur di bawah Panji Trisula Weda.

Misi 
Mencetak manusia-manusia Indonesia dan di segenap muka bumi alam semesta jagad raya yang mempunyai karakter/jati diri yang kuat dan kokoh, yang selaras lahir batinnya, yang bermanfaat bagi diri pribadi, keluarga, dan di manapun berada.
BAGI YANG INGIN MENGETAHUI AJARAN SANG PEMBAHARU, KUNJUNGI WEBSITE RESMI KELUARGA BESAR TRISULA WEDA



TRADISI KUPATAN

Pengertian Kupatan 

Dalam tradisi Jawa, hari raya pasca Ramadlan atau biasa di sebut dengan sebutan Bhada atau Riyaya itu ada dua macam. Bhada lebaran dan bhada kupat. Kata Bhada di ambil dari bahasa Arab “ba’da” yang artinya : sudah. Sedangkan riyoyo berasal dari bahasa Indonesia “ria” yang artinya riang gembira atau suka cita. Selanjtnya kata lebaran berasal dari akar kata lebar yang berarti selesai. Maksud kata lebar di sini adalah sudah selesainyanya pelaksanaan Ibadah pusasa dan memasuki bulan Syawwal/Idul Fithri. Relevansinya, hari ini di sebut “riyaya” karena umat Islam merasa bersuka cita sebagai ekspresi kegembiraan mereka lantaran menyandang predikat kembali ke fitrah/asal kesucian.
Adapun ketupat adalah makanan khas yang bahannya dari beras dibungkus dengan selongsong yang terbuat dari janur/daun kelapa yang dianyam berbentuk segi empat (diagonal), kemudian direbus. Pada umumnya kupat dihidangkan oleh umat muslim bersamaan dengan hari ke delapan yang biasa di sebut dengan “KUPATAN” atau “RIYAYA KUPAT”.

Asal Usul Tradisi Kupatan
Rasanya amat sangat sulit menemukan kajian ilmiyah tentang sejarah/asal muasal kupat. Namun menurut berbagai sumber, masyarakat jawa mempercayai bahwa sunan Kalijaga adalah orang yang berjasa dalam hal mentradisikan kupat beserta makna filosofis yang terkandung dalam makanan khas ini.
Secara filosofis, makanan khas “Kupat” ini memiliki banyak makna. Di antara makna itu adalah :
a. Kata “kupat” berasal dari bahasa jawa “ngaku lepat” (mengakui kesalahan). Ini suatu isyarat bahwa kita sebagai manusia biasa pasti pernah melakukan kesalahan kepada sesama. Maka dengan budaya kupatan setahun sekali ini kita diingatkan agar sama-sama mengakui kesalahan kita masing-masing, kemudian rela untuk saling memaafkan. Nah, dengan sikap saling memaafkan, dijamin dalam hidup ini kita akan merasakan kedamaian, ketenangan dan ketentraman.
b. Bungkus kupat yang terbuat dari janur (sejatine nur), ini melambangkan kondisi umat muslim setelah mendapatkan pencerahan cahaya selama bulan suci Ramadlan secara pribadi-pribadi mereka kembali kepada kesucian/jati diri manusia (fitrah insaniyah) yang bersih dari noda serta bebas dari dosa.
c. Isi kupat yang bahannya hanya berupa segenggam beras, namun karena butir-butir beras tadi sama menyatu dalam seluruh slongsong janur dan rela direbus sampai masak, maka jadilah sebuah menu makanan yang mengenyangkan dan enak dimakan. Ini satu simbol persamaan dan kebersamaan persatuan dan kesatuan. Dan yang demikian itu merupakan sebuah pesan moral agar kita sama-sama rela saling menjalin persatuan dan kesatuan dengan sesama muslim.


Bid’ah Dlalalah kah Tradisi Kupatan?
Meskipun riyoyo kupat sudah menjadi tradisi turun temurun dan dilakukan di berbagai daerah, namun bukan berarti semua umat muslim mau melakukannya. Ada yang menganggapnya bid’ah dan bahkan menuduh sesat, karena termasuk mengada-ada dalam masalah ibadah.
Pada hari raya Idul Fitri (1 Syawwal) semua orang Islam diharamkan berpuasa. Pada hari berikutnya orang Islam sangat dianjurkan (sunnah muakkadah) untuk melakukan puasa selama enam hari, baik secara langsung dan berurutan, sejak tanggal dua Syawwal atau secara terpisah-pisah asalkan masih dalam lingkup bulan Syawwal. Sabda nabi SAW :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَأَتْبَعَهُ سِتا مِنْ شَوالٍ كَانَ كَصَوْمِ الدهْرِ. رواه مسلم (الجامع الصغير ص 307)
Artinya :
“Barang siapa berpuasa Ramadlan kemudian mengikutinya dengan puasa enam hari di bulan syawwal, maka yang demikian itu seperti puasa setahun”. (HR. Imam Muslim)
Setelah puasa Syawwal, tidak ada tuntutan menyelenggarakan tradisi tertentu. Maka ketika ada tradisi riyoyo kupat pada tanggal 8 Syawwal, hal itu disebut bid’ah (suatu hal yang baru). Di sinilah terjadi perbedaan persepsi di antara umat muslim. Sebagian ada yang mau melakukannya dan sebagian yang lain ada yang tidak mau. Sumbernya adalah interpretasi makna bid’ah itu sendiri, serta status amaliyah tradisi riyoyo kupat.
Pertama, pendapat yang mendifinisikan “bid’ah” secara mutlak, yaitu segala hal yang belum pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW. Sesuatu yang ada kaitannya dengan ibadah dan tidak pernah dicontohkan oleh Nabi adalah bid’ah dan haram dilakukan. Nah, karena tradisi kupatan dikategorikan sebagai ibadah mahdlah (ritual murni) yang terikat dengan tata cara yang didasarkan atas tauqif (jawa : piwulang) dari nabi. Maka hal itu dianggap mengada-ada dan itu bid’ah. Setiap bid’ah adalah dlalalah. Sabda Rasulullah SAW. :
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَد. رواه البيهقي عن عائشة (الجامع الصغير ص 296)
Artinya :
“Barang siapa mengada-ada di dalam urusan agama kita ini, sesuatu yang tidak bersumber darinya, maka hal itu ditolak” (HR. Imam Baihaqi)
Dan sabda Rasulullah SAW. :
وَإِياكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِن ذَلِكَ بِدْعَةٌ وَكُل بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ. رواه أبو داود والترمذي. أَيْ بَاعِدُوْا وَاْحذَرُوْا اْلأَخْذَ بِاْلأُمُوْرِ الْمُحْدَثَةِ فِي الديْنِ. (المجالس السنية شرح الأربعين النووية ص 87)
Artinya :
“Jauhilah hal-hal baru yang diada-adakan, karena sesungguhnya hal tersebut adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi) yakni kamu sekalian harus menjauhi dan mewaspadai perkara-perkara baru dalam agama.
Kedua, pendapat yan mengklasifikasi bid’ah menjadi dua : bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah sayyi’ah (buruk). Karena tradisi kupatan dikategorikan sebagai ibadah ghairu mahdlah (ritul tidak murni) yang perintahnya ada, tetapi teknis pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi, maka tradisi itu dianggap sebagai amrun mustahsan (sesuatu yang dianggap baik).
Pendapat kedua ini bukannya mengingkari dua hadits yang dipedomani pendapat pertama, akan tetapi memahami hadits tersebut dengan pemahaman yang lebih luas. Maksudnya tidak semua did’ah itu dlalalah (sesat) akan tetapi ada bid’ah itu yang hasanah (bagus) yaitu suatu hal baru yang tidak merusak akidah dan tidak menyimpang dari syari’at.
As-Syaikh as-sayyid Muhammad Alawi dalam kitabnya “al-ihtifal bidzikro maulidin nabi” menyatakan :
قَالَ اْلإِمَامُ الشافِعِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: مَا أَحْدَثَ وَخَالَفَ كِتَابًا أَوْ سُنةً أَوْ إِجْمَاعًا أَوْ أَثَرًا فَهُوَ الْبِدْعَةُ الضالةُ، وَمَا أَحْدَثَ مِنَ الْخَيْرِ وَلَمْ يُخَالِفْ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَهُوَ الْمَحْمُوْدُ.
Artinya :
“Imam Syafi’i berpendapat bahwa amalan apa saja yang baru diadakan dan amalan itu jelas menyimpang dari kitabullah, sunnah rasul, ijma’us shahabah atau atsaratut tabi’in, itulah yang dikategorikan bid’ah dlalalah/sesat atau tercela. Sedangkan amalan baik yang baru diadakan dan tidak menyimpang dari salah satu dari empat pedoman di atas, maka hal tersebut termasuk hal yang terpuji”.
Kemudian dalam kitab yang sama beliau (sayyid Muhammad Alawi) menyimpulkan pendapat Imam Syafi’i tersebut sebagai berikut :
فَكُل خَيْرٍ تَشْتَمِلُهُ اْلأَدِلةُ الشرْعِيةُ وَلَمْ يُقْصَدْ بِإِحْدَاثِهِ مُخَالَفَةُ الشرِيْعَةِ وَلَمْ يَشْتَمِلْ عَلَى مُنْكَرٍ فَهُوَ مِنَ الديْنِ.
Artinya :
“Jadi setiap kebaikan yang tercakup dalam dalil-dalil syar’i dan mengadakannya tidak ada maksud menyimpang dari aturan syari’at serta tidak mengandung kemunkaran, maka hal itu termasuk “ad-din” (urusan agama)”.
Dengan demikian, menempatkan hukum riyoyo kupat harus dilihat dari substansi masalahnya, yakni ajaran silaturrahim, saling memaafkan dan pemberian shadaqah/sedekah yang mana hal tersebut perintahnya ada dalam dalil syar’i, sementara teknisnya bisa dilakukan dengan beragam cara.
Dalil syar’i tentang silaturrahim antara lain : hadits riwayat Tirmidzi :
أَسْرَعُ الْخَيْرِ ثَوَابًا الْبِر وِصِلَةُ الرحِمِ. رواه الترمذي عن عائشة
Artinya :
“Amal kebajikan yang paling cepat mendapatkan pahala adalah ketaatan dan silaturrahim”.
Dalil syar’i tentang memberikan maaf antara lain QS. An-Nur 22 :
وَلْيَعْفُوْا وَلْيَصْفَحُوْا أَلاَ تُحِبوْنَ أَنْ يَغْفِرَ اللهُ لَكُمْ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ. النور : 22.
Artinya :
“Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada, apakah kamu tidak ingin Allah akan mengampunimu? Dan Allah adalah maha pengampun lagi maha penyayang”. (QS. An-Nur : 22)
Dalil syar’i tentang memberikan sedekah antara lain :
تَصَدقُوْا وَلَوْ بِتَمْرَةٍ. رواه ابن المبارك
Artinya :
“Bersedakahlah kamu, meskipun hanya berupa sebutir kurma” (HR. Ibnu Mubarak).
Hadits riwayat Ibnu ‘Ady :
تَهَادُوْا الطعَامَ بَيْنَكُمْ، فَإن ذَلِكَ تَوْسِعَةٌ فِيْ أَرْزَاقِكُمْ. رواه ابن عدي
Artinya :
“Hendaklah kamu sekalian satu sama yang lain saling memberikan hadiah berupa makanan, karena yang demikian itu bisa melapangkan rizkimu” (HR. Ibnu ‘Ady)
Wal-hasil, tradisi kupatan tidak bisa disebut sebagai bid’ah atau tambahan dalam beribadah. Tradisi kupatan adalah budaya lokal yang memiliki keterkaitan dengan syari’at Islam. Maka dari itu kupatan tidak bisa dihukumi sebagai penyimpangan, apalagi tindakan sesat (dlalalah).