Tedhak siten merupakan rangkaian prosesi adat tradisional dari tanah Jawa yang diselenggarakan pada saat pertama kali seorang anak belajar menginjakkan kaki ke tanah. Tedhak berarti menginjak, dan Siten artinya tanah.
Tradisi ini dijalankan saat anak berusia hitungan ke-tujuh bulan dari hari kelahirannya dalam hitungan pasaran jawa.
Perlu diketahui juga bahwa hitungan satu bulan dalam pasaran jawa berjumlah 36 hari. Jadi bulan ke-tujuh kalender jawa bagi kelahiran si bayi setara dengan 8 bulan kalender masehi
Peralatan yang disediakan untuk acara tedhak siten yaitu kurungan yang terbuat dari bambu seperti untuk mengurung ayam, aneka jenang warna-warni, tangga dan kursi yang dibuat dari tebu. Ayam panggang yang ditusukkan pada batang tebu, dibawahnya diberi pisang, aneka barang-barang dan mainan tradisional. Tumpeng robyong, bubur dan jadah (terbuat dari ketan) 7 (tujuh) warna, buah-buahan dan jajan pasar.
Uang kertas/receh untuk disebarkan, bayu gege (air gege) yang dibiarkan semalam di tempat terbuka dan paginya kena sinar matahari sampai jam 08.00 (ada vitamin D). Ayam hidup untuk dilepaskan dan diperebutkan kepada tamu undangan. Pemandu acara memberikan penjelasan agar dipahami oleh para tamu yang hadir.
Acara diawali dengan sungkeman dari orang tua bayi kepada orang tuanya (kakek, nenek) dari bayi tersebut. Setelah itu bayi oleh kedua orang tuanya dibawa ke jatah yang berwarna merah, hitam, putih, kuning, merah muda, biru, dan ungu agar kakinya menapak diatas jadah (tentu diberi plastik agar tidak kotor). Maknanya bayi dimasa depannya akan menapaki/menjalani kehidupan yang berwarna warni.
Setelah itu menaiki tangga terbuat dari tebu wulung (yang berwarna ireng), sebanyak 7 (tujuh) tangga sejumlah nama hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum'at, Sabtu, dan Minggu. Orang tua terus mendampingi, menuntun menaiki tangga dan menuruninya, serta diduduk di kursi dari tebu. Kenapa tebu ?. Maknanya adalah "anteping kalbu"(Bhs. Jawa), ketetapan hati, untuk menjalani hal baik dan ketetapan hati untuk menghindari yang tidak baik.
Acara selanjutnya, bayi dimasukkan dalam kurungan yang dihias dengan rangkaian bunga kantil. Didalam kurungan itu disediakan barang-barang misalnya alat kedokteran (stetoskop, tensimeter, termometer), uang kertas, buku, alat tulis, Al Qur'an, dan lain-lain. Ibunya bayi dapat menemani didalam kurungan, supaya tidak menangis dan bayi dengan instingnya mengambil barang-barang yang sudah diletakkan.
Konon apa yang diambil bayi melambangkan profesi yang akan dijalani setelah dewasa, misal mengambil Al Qur'an sebagai penghafal Al Qur'an, ustad/ustadzah, kalau mengambil stetoskop berarti menekuni bidang kesehatan. Keluar dari kurungan dimandikan dengan air "gege", supaya bersih dan berbusana yang rapi, karena kehormatan seseorang dari busana yang dipakai (aji ning raga saka busana).
Kemudian orang tua membimbing anaknya berjalan dengan berpegangan pada tongkat yang terbuat dari tebu wulung diatasnya ada ayam panggang dan pisang. Serangkaian acara ini diakhiri dengan menyebarkan udik-udik berupa uang kertas/logam oleh orang tuanya, maknanya agar dalam menjalani kehidupan tidak melupakan untuk membagikan sebagian rejekinya, sebagai amal jariah kepada sesama dan lingkungannya.
Dan ayam hidup dilepaskan untuk diperbutkan kepada tamu yang hadir. Demikianlah serangkaian acara tedhak siten yang penuh makna filosofi, pada intinya orang tua yang bertanggung jawab untuk menuntun putra-putrinya dalam menjalani kehidupan, agar mencapai kesuksesan di dunia dan di akherat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar